Pages

Maa (Ost Taare Zameen Par) - Shankar Mahadevan

Lagu berikutnya dari film Taare Zameen Par, berkisah tentang curahan hati seorang anak pada ibunya. Lagu ini menjadi latar saat tokoh utama yang menderita disleksia, Ishaan Awashti, dikirim ke sekolah berasrama.

Main Kabhi Batlata Nahin
Par Andhere Se Darta Hoon Main Maa
Yun To Main, Dikhlata Nahin
Teri Parwaah Karta Hoon Main Maa
Tujhe Sab Hain Pata, Hain Na Maa
Tujhe Sab Hain Pata, Meri Maa


Bagaimana aku akan menyampaikannya padamu, Ibu? Kukira kau telah tahu segalanya tentangku. Aku tak pernah bisa mengatakannya padamu, aku takut akan membebani hatimu. Ibu, aku takut gelap, aku takut sendirian. Tapi aku tak bisa mengatakan itu disaat kau mendorongku harus menghadapi kegelapan dalam kesendirian. Aku sayang padamu, Ibu. Karenanya kupilih untuk tak mengatakannya meski aku ingin. Aku tahu Ibu sudah tahu ketakutanku. Iya kan, Bu? Tapi, mengapa kau kirim aku ke tempat ini, tempat di mana aku tak tahu apapun, tak mengenal siapapun. Gelap, sendirian.

Bheed Mein Yun Na Chodo Mujhe
Ghar Laut Ke Bhi Aa Naa Paoon Maa
Bhej Na Itna Door Mujhko Tu
Yaad Bhi Tujhko Aa Naa Paoon Maa
Kya Itna Bura Hoon Main Maa
Kya Itna Bura Meri Maa


Kumohon, Ibu. Mengertilah. Aku berjanji tak kan lagi merepotkanmu. Jangan tinggalkan aku di tempat keramaian sendirian. Kau tahu aku tak tahu jalan pulang. Jangan mengirimku ke tempat yang sangat jauh darimu. Kau tahu aku tak kan mampu kembali sendirian. Mengapa? Mengapa kau membuangku ke tempat asing ini, Bu? Tempat di mana kau pasti akan melupakanku. Apakah aku memang sangat nakal? Sebegitu nakalnya kah hingga aku harus disingkirkan? Aku harus bagaimana, Ibu. Kumohon, kaulah yang paling tahu tentangku.

Jab Bhi Kabhi Papa Mujhe
Jo Zor Se Jhoola Jhulate Hain Maa
Meri Nazar Dhoondhe Tujhe
Sochu Yahi Tu Aa Ke Thaamegi Maa
Unse Main Yeh Kehta Nahin
Par Main Seham Jaata Hoon Maa
Chehre Pe Aana Deta Nahin
Dil Hi Dil Mein Ghabraata Hoon Maa
Tujhe Sab Hai Pata Hai Naa Maa
Tujhe Sab Hai Pata Meri Maa


Tiap kali ayah memukulku jika aku bersalah, aku pasti akan mencari-cari pembelaan darimu. Dari sorot matamu, aku tahu kau berfikir bahwa harusnya aku tidak dipukul seperti itu. Kau tahu, tapi kau memilih diam. Aku harus bagaimana? Aku tak bisa mengatakan alas an perbuatanku pada ayah. Karena, ia pasti akan lebih marah lagi dan tidak percaya padaku. Hanya kau yang bisa percaya padaku. Mengapa kau diam saja, Ibu? Aku takut pada ayah, tapi aku tak bisa menunjukkan ketakutanku padanya. Aku takut di kirim ke sini, tapi tak juga bisa kuungkapkan pada ayah. Dia akan menganggapku lebih bandel lagi kalau aku menolak dengan keras. Ibu, kumohon, jangan tinggalkan aku di tempat ini sendirian. Kau yang paling tahu ketakutanku, Ibu.

1 comment: